Saya pernah mencoba
untuk mengikuti sebuah forum dengan berbekal kenekadan. Sebenarnya bukan sebuah
forum yang ‘wah’ atau ‘wow’, hanya sebuah forum diskusi sederhana yang membahas
pendidikan di Indonesia. Saya katakan saya berbekal nekad, sebab saya sangat
jarang mengikuti seminar, apalagi forum diskusi. Ya, saya hanya seorang yang
kurang gaul dan masih sedikit pengetahuan. Kesadaran ini membuat saya tak banyak berekspektasi
tentang bagaimana diskusi akan berjalan. Yang saya tahu hanya, saya ingin
mencoba bergaul dengan banyak orang dan ingin bertukar pikiran dengan orang
lain. Kenyataannya, sejak ditinggal seorang sahabat ke Australia, saya terus
merindukan saat-saat berdiskusi dengannya. Maka, saya membulatkan tekad untuk
mengikuti forum tersebut.
Singkat cerita, saya
sampai di forum diskusi tersebut setelah memindah beberapa kegiatan saya. Saya bertemu
dengan banyak orang, tetapi hanya beberapa yang sempat berkenalan. Kami dibagi
menjadi beberapa kelompok dengan dua orang pemandu di tiap kelompok. Kami membahas
dua persoalan, persoalan umum dan persoalan yang lebih spesifik dengan sebuah
korpus.
Saya termasuk dalam
sebuah kelompok beranggotakan enam orang, tiga perempuan dan tiga laki-laki. Seketika
itu pula, saya berinisiatif untuk berkenalan dengan setiap orang. Ini mungkin
terdengar konyol, tetapi berani berinisiatif untuk berkenalan bagi saya merupakan
sebuah prestasi tersendiri, sebab saya lebih sering diam dan ragu-ragu
sebelumnya. Kelima teman sekelompok saya adalah orang-orang yang menyenangkan,
tapi ada satu orang yang saya ingat dengan baik: seorang mahasiswi semester satu
yang datang dari Kulon Progo. Ketika berkenalan dengannya, saya refleks
bertepuk tangan. Pertama, hal itu refleks sebab saya terlalu sering menonton “The
Return of Superman” yang menampilkan panduan kepada anak-anak agar bertepuk
tangan di hampir setiap saat. Kedua, teman saya itu menempuh jarak yang lebih
jauh dari saya dan sepanjang acara dia sangat bersemangat. Luar biasa.
Memulai diskusi, salah
seorang pemandu membacakan topik yang akan kami bahas. Sebuah kasus yang masih
sangat global, dan… mengkhawatirkan. Topiknya ialah apa masalah yang dihadapi
pendidikan di Indonesia, bagaimana menurut peserta diskusi, dan apa kontribusi
yang dapat diberikan?
Sebuah kecerobohan,
saya belum pernah mendalami tentang pendidikan, baik secara umum maupun
spesifik. Saya memang gemar membaca artikel tentang pendidikan, dan beberapa
kali berdiskusi dengan kerabat dan teman kampus perihal pendidikan di
Indonesia, tapi belum pernah benar-benar mengetahui bagaimana kondisi riil di
lapangan. Maka menanggapi topik yang diajukan dalam forum, saya lebih banyak
memposisikan diri sebagai pendengar dan pengamat. Beberapa kali saja saya ikut
menanggapi pendapat peserta lain. Di sinilah sebenarnya yang ingin saya bahas. Hahahahaa…
(udah muter-muter dulu sebelumnya. Maaf…)
Seorang teman dalam
forum diskusi tersebut bercerita bahwa ia pernah mengajar dan ia merasa bahwa
masih banyak anak sekolah yang tidak memiliki cita-cita yang tinggi. Masih ada
yang hanya ingin menjadi seorang petani, sebab pekerjaan tersebut adalah
pekerjaan orang tuanya dan ia lihat cukup mudah untuk dilakukan. Teman tersebut
berpendapat bahwa cita-cita semacam itu sudah seharusnya dibenahi dan para
murid didorong untuk memiliki cita-cita yang ‘cukup layak’. Saya sependapat
dengan bagian ‘dibenahi’, namun saya kurang sepakat dengan ‘cita-cita yang
cukup layak’. Sederhana saja, menurut saya, pekerjaan sebagai petani layak
untuk diperjuangkan. Petani harus mengurus kelangsungan sawahnya agar terus
produktif sekaligus mampu menjadi penopang hidup keluarga. Hal tersebut bukan
perkara mudah, melihat bagaimana tidak stabilnya kondisi pasar yang menyebabkan
harga beras naik-turun. Di sisi lain, perlu diingat bahwa beras masih merupakan
makanan pokok masyarakat Indonesia, sehingga pekerjaan sebagai petani dapat
dianggap sebagai sebuah pekerjaan mulia demi menjaga ketahanan pangan di
Indonesia.
Jika istilah ‘membenahi’
yang digunakan, maka saya memilih untuk membenahi cara pandang para murid
sekolah terhadap penghargaan atas segala sesuatu. Sangat tidak pantas menurut
saya, jika ada yang berpendapat bahwa pekerjaan petani adalah pekerjaan yang
mudah. Sebagaimana saya katakan sebelumnya, petani memiliki peran yang
signifikan terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Lalu jika membahas tentang ‘pekerjaan
yang cukup layak’, maka pertanyaan saya, manakah pekerjaan yang cukup layak,
seorang petani yang berjuang dengan niatan menafkahi keluarganya dan turut
menjaga ketahanan pangan negeri ataukah, pekerjaan sebagai pejabat namun
melakukan tindakan korupsi dan mengkhianati bangsa beserta masyarakatnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar